Selasa, 29 April 2008

Tanda-tanda Zaman

Selasa , 22 April 2008 , 00:15:07 wib

Sujarwo

JARAK antara Jawa Barat (Jabar) dan Amerika Serikat (AS) memang jauh. Tetapi belakangan ini terkesan menjadi dekat. Perekatnya adalah pemilihan gubernur Jabar dan pemilihan bakal calon presiden AS dari Partai Demokrat. Sampai-sampai muncul julukan Obama van Java.

Julukan itu tak lain ditujukan buat Dede Yusuf. Kiprah politik Dede memang masih jauh dibanding Barack Obama. Tetapi, kedua tokoh muda ini sama-sama sedang bersinar bintangnya di panggung politik.


Obama telah menjadi simbol rakyat AS yang ingin perubahan. Di luar dugaan, pria berdarah Kenya dan pernah tinggal di Indonesia ini unggul dalam perolehan suara sementara. Padahal lawannya mantan ibu negara AS, Hillary Clinton. Obama pun sangat berpeluang menjadi kandidat presiden AS dari Demokrat.


Tak jauh beda Dede Yusuf. Karier politik keturunan Kuwu Jatinegara, Kawali, Ciamis ini terus melejit. Pencalonannya sebagai wakil gubernur Jabar 2008 mendampingi Ahmad Heryawan sebelumnya kurang diperhitungkan.


Pasangan Ahmad-Dede (Hade), yang sama-sama muda dibanding saingannya dalam Pilkada Jabar ini telah mengejutkan jagat politik nasional. Hasil sementara, Hade mengungguli pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulanjana (Dai) dan Agum Gumelar-
Nu'man Abdul Hakim (Aman).


Mengejutkan, karena Aman diusung partainya mantan presiden dan mantan wakil presiden. Pasangan Dai diusung partainya presiden dan wakil presiden saat ini. Ada yang menyebut, kemenangan Hade seperti sukses tim sepakbola Korea Selatan di Piala Dunia 2002.


Tetapi, rasanya, fenomena Dede dan Obama bukan sekadar masalah menang-kalah. Bukan sekadar yang muda ungguli yang tua. Bukan pula sekadar ngadatnya mesin politik partai-partai besar. Lebih dari itu, ada sinyal yang segera butuh pemahaman bersama. Butuh kesadaran bersama bahwa ada "sesuatu yang salah". Sesuatu yang perlu segera diubah karena lama berdampak menyengsarakan rakyat kebanyakan. Entah itu berupa sistem atau yang lain.


Sebuah kemenangan mengejutkan, biasanya berubah menjadi spirit. Kemenangan pasukan Jepang atas Rusia pada 1905, misalnya. Kemenangan ini telah menggugah semangat para pejuang kemerdekaan di negara-negara Asia yang terjajah, termasuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda. Ternyata, bangsa Asia bisa mengalahkan bangsa besar Eropa semacam Rusia. Bangsa Eropa saat itu adalah simbol penindas bangsa-bangsa Asia Afrika.


Tak ada salahnya kembali mengingat kronologi perjalanan bangsa ini versi Ilin Dasyah (73), tetua adat Kampung Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Ia membeberkannya berdasarkan sembilan urutan huruf Jawa-
Sunda, yaitu Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa...


Ha, menurut Ilin, berarti zaman Hindu, Na zaman Ratu Yuliana (Belanda), Ca berarti Cina (zaman Jepang), Ra zaman RIS atau zaman Soekarno, Da zaman Darul Islam, dan Ta berarti zaman Soeharto. Sekarang ini masih berada di alam Sa, zaman serba Salah. Di alam Sa ini, ibarat bunyi gamelan yang belum selaras. Bunyinya masih serba "udut", kepanjangan dari "urusan dagang dan duit" melulu.


Setelah zaman Sa adalah zaman Wa. Wa awalan dari wali. Jadi, maksudnya Zaman Wali. Zaman yang kalau diibaratkan gamelan bunyinya sudah selaras, semisal gamelan sekaten karya Sunan Kalijaga. Antara pemimpin dan rakyat sudah sehati.


Segala kebijakan pemerintah selalu sesuai harapan rakyat. Zaman yang menjunjung tinggi toleransi. Konon, datangnya "zaman emas" ini paling cepat tahun 2009.


Jika Jawa selama ini disepakati sebagai barometer politik nasional, masih terkesan dini fenomena Pilkada Jabar sebagai acuan melihat tanda-tanda zaman. Zaman yang lama ditunggu rakyat kebanyakan. Jadi, masih perlu lagi mencermati Pilkada Jawa Tengah dan Pilkada Jawa Timur yang segera akan berlangsung. (*)



dari : tribunjabar.co.id

Tidak ada komentar: