| Tanpa kita sadari, sebenarnya telah banyak potensi pertumbuhan yang hilang dari Negara ini. Secara nyata, hal itu sudah dirasakan dengan semakin berkurangnya sumber pendapatan. | |  | |  | Mau contoh? Pemerintah terpaksa menaikkan harga minyak dengan mencabut subsidi di saat rakyat justru tidak siap. Mau contoh lagi? PLN terpaksa melakukan pemadaman bergilir karena ketiadaan dana untuk bahan bakar, meski ada alasan mendesak bahwa Indonesia sedang kekeringan, yang membuat kapasitas pembangkit listrik tenaga air makin berkurang. | | Contoh lain lagi adalah penjualan otomotif yang menurun 50 persen pada semester pertama 2006 dibandingkan periode yang sama 2005.
Sebenarnya, hal itu merupakan turunan dari makin sempitnya sumber pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini sudah diketahui umum, setidaknya pemerintah. Namun belum ada terlihat tindakan nyata untuk membalikkan keadaan.
Struktur permintaan di Indonesia, jika dilihat dari segi persentasenya terhadap produksi domestik bruto (PDB), juga tidak sehat dibandingkan dengan tetangga kita di Asia (lihat tabel).
Persentase pembentukan modal seharusnya lebih besar dari konsumsi. Hal itu berbeda dengan China dan India yang memperlihatkan porsi konsumsi swasta lebih kecil dibandingkan dengan porsi investasi.
Dr Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, pernah mengatakan bahwa pertumbuhan PDB yang didukung konsumsi, bukanlah sebuah PDB yang sustainable. |  |  | Konsumsi bersifat menghabiskan. Sebaliknya, investasi justru bersifat menghasilkan. Lebih bahaya lagi, jika konsumsi itu bukan didukung pendapatan nyata, akan tetapi pinjaman dari bank dalam bentuk kredit konsumsi. Hal inilah juga yang selalu menjadi kecemasan Dr Faisal Basri. Dia selalu menggerutu agar Indonesia membalikkan keadaan dengan mendorong investasi. |  | Jika berbicara soal investasi, persoalan kembali ke awal lagi, yakni iklim investasi, keberadaan infrastruktur, faktor birokrasi, unsur keamanan. Ini semua sudah diketahui. Namun lagi-lagi, belum ada upaya nyata untuk mewujudkan hal itu.
Dampaknya di masa datang, bukan hanya semakin banyak eksodus warga yang mencari penghidupan di luar negeri. Kekhawatiran utama, RI tidak bisa mengatasi kemiskinan di dalam negeri, yang justru semakin menambah runyam persoalan di masa datang di Negara ini. |  | | Struktur Permintaan, Persentase Terhadap PDB pada harga Berlaku | 2001 | 2002 | 2003 | 2004 | | Konsumsi swasta | 57.7 | 59.9 | 55.8 | 58.9 | | Konsumsi pemerintahan | 9.4 | 8.5 | 8.7 | 8.8 | | Pembentukan modal bruto domestik | 31.4 | 28.8 | 32.6 | 30.7 | | Ekspor barang dan jasa | 23.9 | 23.8 | 24.3 | 25.3 | | Impor barang dan jasa | 22.4 | 21.1 | 21.4 | 23.7 | |  | Sumber: Asian Development Bank, 2005 dari : caninews.com
| | |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar