Rabu, 30 April 2008

Senyum Tommy adalah Tangis Soimah



Senyummu Adalah Tangisku. Itu hanyalah sebuah judul film awal dekade 1980-an. Namun bagi Soimah judul film itu menjelma menjadi kisah nyata. Soimah adalah istri dari almarhum Hakim Agung Syaifuddin Kartasasmita. Hakim ini, yang semoga arwahnya tenang di surga itu, tewas terbunuh dan Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) adalah tersangkanya. Karena kematian Hakim itulah, Tomy dipenjarakan namun kini sudah bebas, sekitar 3 tahun lebih cepat dari total masa hukumannya.
Saat meninggalkan penjara, Tommy terlihat senyum sembari mencoba mengelak dari kejaran pers. Namun bagi Nyonya Soimah, hal itu tak lebih dari sebuah rasa sakit hati. Ia pun mengatakan jatuh sakit dengan pembebasan Tommy itu.

Namun Soimah mengatakan tidak menggugat balik, karena tidak mau ikut campur soal hukum, yang dia pertanyakan keadilannya. Ia hanya pasrah dan membiarkan masyarakat menilainya.

Tak apalah dan itu adalah hak Nyona Soimah. Tak perlu baginya untuk menjadi Suciwati, yang gencar mencari kebenaran kematian suaminya Munir. Meski demikian, kalimat-kalimat Nyonya Soimah sudah memberi pesan kuat. Bahkan terlalu kuat untuk diabaikan oleh para penegak hukum.

"Lihatlah bagaimana perasaan kami, jangan melihat Tommy, yang memang hebat segalanya. Tolong pedulikan perasaan kami yang ditinggalkan orang yang kami cintai," kata Soimah, tentang almarhum suaminya.

Ia pun mempertanyakan, apakah benar pembebasan Tommy itu tidak ada udang di balik batu. "Keluarga yang melihat saudara yang di penjara pun harus bayar uang," demikian analogi yang dia ajukan.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin mengatakan, tidak ada penyimpangan dalam pembebasan Tommy.

Mungkin bukan hanya Nyonya Soimah yang gundah. Seandainya Tommy bisa bebas, bagaimana pula dengan mereka yang sekadar mencopet, main kartu, menjual togel, menjajakan narkoba dan kini banyak menghuni penjara. Apakah tidak ada di antara mereka yang berbuat baik selama di penjara? Sudahkah perilaku mereka diteliti dengan tujuan pengurangan masa tahanan. Tidak sedikit dari mereka yang hanya sekadar mengisi perut namun kepergok oleh aparat.
Demikian halnya, terdakwa lain yang kini sedang berada di penjara. Apakah nurani mereka tak terusik dengan pembebasan itu, artinya, hak mereka untuk diteliti, setidaknya soal kebaikan perilaku mereka, sehingga layak mendapatkan pembebasan?

Siapa yang bisa menemukan jawaban atas pertanyaan itu? Tapi masihkah kita perlu heran? Berdasarkan data Transparency International, Indonesia adalah negara dalam kelompok paling korup di dunia. Namun tak banyak koruptor yang dipenjara. Banyak makna dari fenomena itu, setidaknya ada satu yang jelas, yang penegakan hukum yang belum mencuat. Nampaknya, warga RI masih harus menahan sesak di dada, soal penegakan hukum.

dari : caninews.com

Tidak ada komentar: